Selasa, 05 November 2019

Tradisi Suran Di Kabupaten Banyumas

Wawan Setiawan Tirta
Masyarakat Banyumas dan Masyarkat Jawa pada umumnya memiliki tradisi yang sudah mengakar yaitu tradisi Suran yang biasa diadakan pada bulan Sura, bulan pertama pada kalender Jawa. Sura artinya berani, siapa yang berani hidup berarti berani mati. Siapa saja yang hidup di alam dunia harus mau merawat alam supaya lestari semua kekayaan alam yang ada di bumi. Sura berarti juga kosong, menurut adat Jawa manusia hidup berasal dari kosong dan nanti akan kembali kosong (tidak ada) lagi. Semus itu digambarkan dalam bulan Sura dan Besar yang sama-sama memiliki arti kosong (tidak ada).

Masyarakat Banyumas yang pada dasarnya mempunyai tradisi bercocok tanam sampai dengan saat ini masih menggunakan hitungan seperti ini. Selama setahun ada 12 bulan dimulai dari bulan Sura atau disebut juga dengan Warana yang berate kosong, Sapar (Wadana) yang berarti awal, Mulud (Wijangga) yang berarti berbicara, Rabimulakir ((Wiyana) yang berarti membuka, Jumadilawal (Widada) yang berarti pintu, Jumadilakir (Widarpa) yang berarti rahasia, Rajab (Wilapa) yang berarti awal, Sadran (Wahana) yang berarti jadi, Puasa (Wanana) yang berarti tengah, Sawal (Wurana) yang berarti wujud, Apit (Wujana) yang berarti busana, dan Besar (Wujala) yang berarti kosong (tidak ada)

Dengan dua arti di atas tadi bagi orang Jawa, termasuk masyarakat Banyumas, bulan Sura memiliki makna yang dalam. Malam tanggal satu Sura biasanya masyarakat Jawa mwngadakan rialat/tirakat sesuai dengan kemampuanya sendiri-sendiri. Ada yang begadang semalam suntuk, ada yang ngasrep, ngrowot, tirakayt dan lain-lain. Ada yang berjalan mengelilingi desa, ada juga yang bertapa brata menutup Sembilan hawa, khusuk semedi meyembah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selama bulan Sura banyak orang yang mengadakan bermacam ritual untuk diri sendiri, masyarakat, sampai dengan lestarinya alam semesta. Bagi mereka yang mengadakan ritual untuk dirinya sendiri masyarakat Banyumas biasanya melakukan tirakat, juga ada yang mengadakan ruwat sukerta lan ruwat sengkala. Tujuannya membuang energi negatif yang berada dalam tubuh supaya hidup dapat sehat, selamat, dan lancar rejekinya.

Ritual yang dilaksanakan untuk keselamatan bersama berupa membersihkan makam, dilanjutkan dengan takiran yaitu makan bersama dengan alas makan conthong(daun pisang yang dibentuk) Biasanya makan bersama ini di perempatan jalan. Ritual yang berhubungan dengan kelestarian alam semesta yaitu ruwat bumi, dengan pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Murwakala.

Masyarakat Banyumas percaya bahwa alam dan isinya harus diruwat supaya tanaman tumbuh subur dan memberikan rejeki, terhindar dari bencana dan goda, seperti banjir, gunung meletus, tanah longsor, dan lain-lain.

Karena hal-hal tersebut di atas bulan Sura dianggap sebagai bulan keramat. Kekeramatan bulan Sura bukan dari bulannya tapi dari itikad manusia yang ingin mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan alam seisinya. Masyarakat Banyumas percaya bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta ini.

Masyarakat Jawa memiliki dua buah kitab yang tidak akan selesai dibaca selama hidup manusia, yaitu Kitab Jagad Gumelar dan Kitab Jagad Gumulung. Kitab Jagad Gumelar merupakan wujud alam dan seisinya yang harus dibaca, dipelajari, dan dipahami sebagai wujud anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Mengapa setiap hari matahari terbit, mengapa ada kemarau panjang, mengapa ada gempa, gerhana ?. Semua itu harus dicari maknanya oleh manusia. Begitu juga bunyi tokek, burung dhandhangelak, prenjak atau kodok yang merupakan pengingat bagi kehidupan manusia. Itu semua merupakan wacana dari Kitab Jagad Gumelar yang akan bermakna jika manusia mau dan mampu dalam membaca.

Di dalam Jagad gumulung manusia dapat mempelajari keadaan badan sendiri, ada jantung, paru-paru, hati, otak, mata, telinga, dan seterusnya. Semua harus dipahami tidak hanya sebagai organ tubuh manusia. Di situlah tempat jiwa yang harus dibaca sebagai sumber hidup kita. Setiap manusia juga memiliki saudara muda dan saudara tua, yang biasanya dinamakan kakang kawah dan adhi ari-ari. Manusia juga mempunyai empat saudara yaitu air (Dura), api (Sembada), tanah (Duga), dan angin (Prayuga) dan dilengkapi yang kelima yaitu jiwa yang suci.
Masyarakat Banyumas dan Masyarkat Jawa pada umumnya memiliki tradisi yang sudah mengakar y Tradisi Suran Di Kabupaten Banyumas
Kita juga sering merasakan kedhuten, mimpi, telinga berdengung dan lain sebagainya, semua harus dicari maknanya sebagai tanda dari Yang Maha Kuasa untuk manusia di masa yang akan datang. Kalau kita bisa membaca pertanda tersebut, orang yang akan meninggal dunia kurang dari seratus hari saja sudah ada pertanda dalam tubuh kita. Hal tersebut menandakan bahwa Jagad Gumulung merupakan pertanda yang harus dicari maknanya.

Pengetahuan tentang Jagad Gumelar dan Jagad Gumlung biasanya semakin dalam dipelajari oleh masyarakat Banyumas dalam bulan Sura. Masyarakat semakin mendekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan harapan mampu merawat kedua jagad tersebut. Supaya bisa hidup selamat di dunia kedua jagad tersebut harus dirawat dengan baik. Jagad Gumelar merupakan perilaku fisik sedangkan jagad gumulung merupakan perilaku bathin. Dalam hal ini bulan Sura menjadi waktu yang pas untuk mewujdkan alam pikir, alam bathin.